SUMBER DAYA HUTAN


PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SUMBER DAYA HUTAN
            Sumber daya hutan merupakan berkah yang tak ternilai harganya bagi semua aktor biologis disekitarnya. Salah satu sumber daya alam yang begitu potensial dan merupakan tumpuan bagi keberlangsungan hidup suatu insan biologis adalah hutan. Hutan merupakan rumah dan sekaligus bank yang mensuplay kebutuhan hidup mendasar dari aktor biologis yang ada didalamnya termasuk manusia (masyarakat).
           Hutan adalah salah satu komponen lingkungan yang banyak member manfaat kepada kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan akan bahan bakar, kayu-kayu untuk bangunan, sebagai pengantar tata air, stabilitator iklim, pendapatan Negara, penghasil oksigen, filter udara kotor, pengendali banjir dan isinya adalah macam-macam manfaat yang dapat di peroleh dari keberadaan hutan.
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat.
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
           Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan.


2.2 Ketersediaan sumber daya hutan di Indonesia
Ketersediaan sumber daya hutan dapat ditunjukan dengan adanya berbagai jenis-jenis di Indonesia adapun jenis2 hutan sbb :
A. Berdasarkan Iklim :
1.   Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
2. Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
B. Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam
1.                  Kelompok Hutan Tropika :
o      Hutan Hujan Pegunungan Tinggi. Hutan hujan tropis dataran tinggi (hutan hujan pegunungan atas) merupakan tipe ekosistem atau formasi hutan yang merupakan areal dengan ketinggian > 3.300 mdpl. Hutan ini menempati wilayah pedalaman dengan keadaan tanah yang kering, jenis tanah yang bermacam-macam dan iklim yang selalu basah. Flora dan fauna yang ditemukan di sini berbeda dengan tumbuh-turnbuhan di tipe hutan lainnya, karena telah mengadopsi strategi dalam menanggulangi kondisi lingkungan yang keras. Hutan pegunungan memiliki tumbuhan yang relatif pendek dan kerdil (biasanya kurang dari 10 meter) serta ditutupi lumut dan tumbuhan sebangsa lumut lainnya.
o      Hutan Hujan Pegunungan Rendah. Hutan dataran rendah memiliki struktur vegetasi yang sangat komplek dan beragam. Hutan ini seringkali dirujuk sebagai hutan hujan dataran rendah. Pohon terbesar memiliki diameter lebih dari satu meter dengan tinggi pohon pencuat (emergent) mencapai 70 m. Lapisan bawah hutan umumnya tidak tersinari matahari dengan cukup.
o      Hutan Subalpin. Hutan subalpin terletak di ketinggian 3000 — 4000 M dpl. Hutan ini lebih bersifat hutan basah daerah beriklim sedang (temperate rain forest) dengan perbedaan bahwa pada zona ini terdapat strata tunggal yang dibentuk oleh pohon-pohon kecil sebagai penutup tanah
o      Hutan Pantai. Hutan Pantai adalah Hutan yang tumbuh dan berkembang di tepi pantai, tidak dipengaruhi oleh iklim dan berada di atas garis pasang tertinggi. Daerah pantai berpasir yang tidak terkena pengaruh abrasi biasanya di jumpai dua zona atau formasi yaitu formasi Pescaprae dan formasi Barringtonia.
§    Formasi pescaprae didominasi oleh tumbuhan yang merayap seperti Ipomoea pescaprae merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditemui pada daerah pantai di Indonesia. Selain itu terdapat juga jenis Ipomea carnosa, Ipomoea denticulata, dan Ipomoea littoralis.
§    Di belakang formasi Pescaprae umumnya terdapat jenis Barringtonia asiatica sehingga Formasi ini disebut Formasi Barringtonia. Formasi Barringtonia inilah yang sebenarnya disebut sebagai vegetasi hutan pantai. Jenis-jenis yang sering terdapat daerah ini adalah Barringtonia asiatica, Casuarina equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Calophyllum inophyllum, Hernandia peltata, Sterculia foetida, Manilkara kauki, Cocos nucifera, Pongamia pinnata, Premna Corymbosa, Premna obtusifolia, Pemphis acidula, Cordia subcordata L, Erythrina variegata, Guettarda speciosa, Pandanus bidur, Pandanus tectorius dan Nephrolepis biserrata.
o                 Hutan Mangrove. Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di air payau,dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
o                 Hutan Rawa. Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada kawasan atau wilayah yang selalu tergenang air tawar. Hutan rawa juga biasanya terdapat di belakang hutan payau atau mangrove. Secara periodik hutan rawa juga terbentuk pada daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila adanya hujan yang selalu tergenang. Jenis-jenis Hutan Rawa adalah :
1.               Hutan rawa gambut, yaitu hutan rawa yang terbentuk dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang proses penguraianya sangat lambat sehingga tanah gambut memiliki kadungan bahan organik yang sangat tinggi. Hutan rawa gambut terletak di daerah pesisir sebagai lahan basah pesisir dan lahan basah daratan di belakang hutan bakau.
2.               Hutan rawa air tawar, yaitu hutan rawa yang memlliki permukaan tanah yang kaya akan mineral dan biasanya di tumbuhi oleh tanaman hutan yang cukup lebat. Biasanya terletak di antara dua sungai dan jauh ke pedalaman. Berada di antara hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah.
3.               Rawa tanpa hutan, yaitu wilayah rawa yang merupakan bagian dari ekosistem dari rawa hutan, akan tetapi hanya di tumbuhi tumbuhan kecil seperti rumput air dan semak belukar.
Hutan Batu Kapur. Hutan batu kapur adalah subbiom dari hutan hujan tropis yang terdapat pada areal sempit dengan habitat dan floranya yang khas. Pada hutan ini terdapat jenis-jenis flora endemik (hanya terdapat di tempat-tempat tertentu) dan langka. Hutan Batu Kapur ini di Indonesia hanya ada satu dan berada di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Kelompok Hutan Monsun
                        Hutan Monsun Gugur Daun. Hutan gugur daun tropika, hutan musim tropika atau hutan monsun (monsoon forest) adalah suatu bioma berupa hutan di wilayah tropika dan subtropika yang memiliki iklim hangat sepanjang tahun, namun mengalami musim kering (kemarau) yang panjang selama beberapa bulan. Walaupun wilayah ini dicurahi hujan hingga beberapa ratus milimeter tiap tahunnya –bahkan lebih, musim kering panjang itu memaksa kebanyakan tumbuhan menggugurkan daun-daunnya, dan dengan demikian memengaruhi kehidupan makhluk di dalam hutan itu.
                        Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergren). Hutan ini hampir sama seperti hutan monsu gugur daun. Perbedaannya adalah pada jenis hutan ini, tanaman akan selalu terlihat hijau sepanjang tahun.
                        Sabana. Sabana adalah padang rumput yang dipenuhi oleh semak / perdu dan diselingi oleh beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar, seperti palem dan akasia. Sistem biotik ini biasanya terbentuk di antara daerah tropis dan subtropis.Kurangnya curah hujan menjadi pendorong munculnya sabana. Sehingga sabana dikenal juga padang rumput tropis. Iklimnya tidak terlalu kering untuk menjadi gurun pasir, tetapi tidak cukup basah untuk menjadi hutan.
3. Berdasarkan Jenis Tanamannya
  1. Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus.
  2. Hutan Heterogen (Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacam-macam jenis tumbuhan.
4. Berdasarkan Fungsinya
  1. Hutan Lindung
    Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
  2. Hutan Konservasi.
    Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas :
    • Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru.
    • Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.

  1. Hutan Produksi
    Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK).
2.3 HAK KEPEMILIKAN SUMBER DAYA ALAM HUTAN DI INDONESIA
Hak kepemilikan sumber daya hutan di Indonesia seutuhnya dipegang oleh negara melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini sesuai dengan UU Agraria dan UU No. 41/1999 yang memberikan kewenangan kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk melaksanakan pendayagunaan hutan dan hak-hak pengelolaan, sedangkan Badan Pertanahan Nasional memberikan dan mengakui hak akan kawasan hutan. Menurut hukum Indonesia, semua lahan yang diakui sebagai kawasan hutan merupakan kewenangan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sedangkan ‘kawasan bukan hutan’ atau APL (Areal Penggunaan Lain) biasanya merupakan kewenangan pemerintahan kabupaten dan kota. Pemerintah Indonesia telah lebih lanjut mengklasifikasikan kawasan hutan sebagai Hutan Konservasi13, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi untuk mengelola penggunaan kawasan hutan negara. Pengklasifikasian ini dilaksanakan melalui proses Paduserasi antara pemerintah daerah dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Melalui proses ini, pemerintah nasional berhasil mengklaim 120 juta hektar lahan sebagai kawasan hutan milik negara.
Kepemilkan hutan di Indonesia seperti yang telah dipaparkan diatas adalah sepenuhnya di kuasai negara, mengingat hutan adalah sumber daya alam yang dibutuhkan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak ( UUD 1945 pasal 33 ayat 1,2 dan 3). Negara kemudian memberikan hak penggunaan dan pengelolaan kepada individu, masyarakat, perusahaan dan lain – lain untuk mengelola hutan tersebut dengan tetap diawasi oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Adapun jenis hak yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya kehutanan kepada individu,masyarakat, dan perusahaan berupa izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, saat ini diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat.
2.4  Penggunaan sumber daya hutan di Indonesia
  1. Hutan menyediakan udara bersih
Udara terasa segar karena oksigen yang dihasilkan oleh pepohonan yang ada di dalam hutan melalui proses fotosintesis. Pepohonan di hutan pun mengeluarkan uap air sehingga kelembapan udara tetap terjaga. Disamping itu, pepohonan di dalam hutan juga menyerap karbondioksida yang berbahaya apabila dihirup secara berlebih oleh manusia. Karbondioksida berasal dari berbagai aktivitas manusia seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik, proses pernafasan manusia, dan asap hasil kegiatan rumah tangga.
Dengan adanya hutan maka udara di bumi menjadi bersih dan segar. Sebaliknya, rusaknya hutan mengakibatkan produksi oksigen bagi atmosfer jauh berkurang, dan konsentrasi karbondioksida semakin bertambah sehingga suhu bumi semakin panas.
2. Hutan mencegah banjir dan erosi
Akar-akar pohon di hutan dapat menyimpan air di saat kemarau dan mencegah banjir pada musim penghujan. Akibatnya banjir dan tanah longsor dapat dikendalikan. Hal ini dikarenakan hutan memiliki kemampuan besar dalam menyerap dan menyimpan air hujan. Jika tidak ada hutan, air hujan akan langsung dialirkan di atas permukaan tanah sehingga terjadi longsor, begitupun debit air pada sungai akan meningkat dengan drastis sehingga terjadi banjir. Sebaliknya jika ada hutan, air hujan akan terperangkap oleh serasah yang banyak terdapat di permukaan tanah hutan, kemudian terserap oleh pori-pori tanah. Ketika musim kemarau, air yang terserap menjadi cadangan air tanah akan dialirkan sedikit-sedikit melalui mata air dan mengalir sebagai sungai, sehingga tidak terjadi kekeringan.
3. Hutan sebagai penyedia wisata alam
Di samping menyimpan beragam tumbuhan dan satwa, hutan juga memiliki potensi berupa panorama alam yang indah dan dapat dijadikan obyek dalam kegiatan wisata alam. Wisata alam adalah wisata minat khusus, cocok bagi mereka yang mendambakan suasana sepi tapi segar udaranya. Atau bagi yang mendambakan suara alam seperti kicau burung di alam bebas, desir angin, gemericik air terjun, karena setiap hari telinga lelah mendengar hiruk pikuknya pabrik atau kendaraan. Atau juga yang mendambakan warna-warni lembut seperti warna lumut yang menempel di pohon dan hijaunya daun.
4. Hutan sebagai tempat hidup satwa
Hutan merupakan tempat hidup beragam satwa liar seperti anoa, babi rusa dan berbagai jenis burung. Selain sebagai tempat tinggal, hutan juga beperan sebagai pemasok dan penyedia makanan, serta tempat berkembang biak bagi satwa yang tinggal  di dalamnya. Bagi ekosistem hutan, keberadaan satwa berperan dalam penyebaran biji tumbuhan dan meremajakan hutan. Pengrusakan hutan akan menyebabkan habitat satwa semakin berkurang, akibatnya banyak satwa yang akhirnya bekeliaran di perkebunan hingga pemukiman warga.
5. Hutan menyediakan hasil hutan kayu dan bukan kayu
Hutan menyediakan hasil hutan berupa kayu yang bermanfaat untuk bahan bagunan, bahan bakar, dll. Hutan juga menyediakan hasil hutan bukan kayu seperti buah, biji, pandan, rotan, damar dan madu. Hasil hutan bukan kayu ini biasa dipungut untuk dimanfaatkan langsung oleh masyarakat setempat ataupun untuk diperjualbelikan.
6. Paru-paru dunia – Hutan hujan tropis Indonesia khususnya wilayah Kalimantan menjadi salah satu penyumbang oksigen terbanyak di dunia. Pepohonan hijau di hutan mengubah karbondioksida di udara menjadi oksigen yang bisa dihirup manusia. Jika konsentrasi karbondioksida di dunia semakin meningkat maka suhu bumi akan semakin meningkat akibat eek rumah kaca.
7. Hutan sebagai sumber plasma nutfah dan penghasil obat-obatan
Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan yang paling menentukan untuk kehidupan berbagai makhluk hidup di muka bumi. Kondisi hujan dan sinar matahari yang melimpah setiap saat, menciptakan habitat yang sangat ideal bagi tumbuhnya berbagai flora dan fauna. Sejumlah tumbuhan dan binatang dengan keanekaragaman jenis yang tinggi telah berkembang lama dalam sejarah perkembangan hutan hujan tropis. Telah dijumpai sebanyak 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000 mikroba yang hidup secara alami di Indonesia. Jumlah ini, bisa saja terus bertambah setelah dilakukan penelitian oleh para ahli flora dan fauna. Oleh karena itu, Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang mempunyai Megadiversity jenis hayati dan merupakan Megacenter keanekaragaman hayati dunia.
Hutan berperan sebagai sumber plasma nutfah (sumber gen) karena di dalam hutan masih terdapat tumbuhan dan hewan yang mempunyai sifat unggul. Hutan juga merupakan penghasil berbagai jenis tumbuhan obat. Banyak jenis tanaman obat yang banyak ditemukan di hutan.
Pemanfaatan hutan oleh usaha besar (pengusahaan hutan pada hutan alam, hutan tanaman dan restorasi ekosistem), usaha besar perkebunan dan tambang, serta untuk program transmigrasi seluas 41,01 juta Ha atau 99,49% sedangkan pemanfaatan hutan oleh masyarakat lokal/adat (hutan tanaman rakyat, hutan desa dan hutan kemasyarakatan) seluas 0,21 juta Ha atau 0,51% dari luas pemanfaatan hutan seluruhnya (Tabel 4). Ketidak-adilan alokasi pemanfaatan hutan ini berkontribusi terhadap terjadinya konflik maupun pelemahan modal sosial masyarakat adat.
2.5 Pengelolaan Hutan
                Pengelolaan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mencakup kegiatan merencanakan, menggunakan, memanfaatkan, melindungi, rehabilitasi serta mengembalikan ekosistem hutan yang didasarkan pada fungsi dan status suatu kawasan hutan. Pengelolan hutan mengandung arti penanganan hutan dengan fungsi tertentu yaitu pengelolaan hutan lindung, pengelolaan hutan produksi dan pengelolaan hutan konservasi serta yang lebih khusus lagi adalah pengelolaan hutan pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan (management unit) tertentu.
        Ruang lingkup pengelolaan hutan
Menurut UU Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ruang lingkup pengelolaan hutan meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam.  
Pengelolaan Hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi lebih berorientasi pada bagaimana menjadikan ekosistem hutan tetap terjaga tanpa  melakukan kegiatan produksi atau penebangan pohon di dalam hutan. Sedangkan pengelolaan hutan produksi berorientasi pada pemanfaatan hasil hutan dengan tetap melakukan kewajiban untuk megembalikan ekosistem hutan tetap lestari.

Pengelolaan hutan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1.       Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari  (optimal). Dengan kata lain kegiatan ini merupakan tahap persiapan untuk dapat mengelola hutan secara intensif dan lestari (optimal). 
Tata hutan meliputi pembagian hutan ke dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Dimana pembagian blok  tersebut didasarkan kepada petak-petak sesuai intensitas dan efisiensi pengelolannya.
Berdasarkan petak dan blok tersebut maka disusunlah rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.
Berdasarkan penataan hutan yang telah dilakukan maka ditentukanlah peruntukan kawasan hutan sesuai status dan fungsinya sebagai hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

2.       Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada cagar alam, zona inti dan zona rimba pada taman nasional.
Pemanfaatan hutan pada beberapa kawasan hutan di antaranya:
1)       Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan izin usaha pemungutan hasil hutan bukan kayu.
-          Izin usaha pemanfaatan kawasan dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi.
-          Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
-          Izin usaha pemungutan hasil hutan bukan kayu dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi.

2)       Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin usaha pemungutan hasil hutan kayu dan izin usaha pemungutan hasil hutan bukan kayu.
-          Izin usaha pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi.
-          Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
-          Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
-          Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
-          Izin usaha pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi.
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat setiap BUMN, BUMD dan BUMSI yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu diwajibkan bekerjasama dengan koperasi masyarakat setempat.
Untuk menjamin azas keadilan, pemerataan dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha. 
3)       Pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus dapat diberikan kepada:
a)       Masyarakat hukum adat
b)       Lembaga pendidikan
c)       Lembaga penelitian
d)       Lembaga sosial keagamaan

Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang izin usaha pemanfaatan hutan yaitu:
a)       Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi dan dana jaminan kinerja.
b)       Setiap pemegang izin  pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.
c)       Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan hanya dikenakan provisi.
4)       Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya.
5)       Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya.
6)       Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan lindung. Penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
7)       Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Pemberian ijin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh menteri atas persetujuan DPR.
3.       Rehabilitasi dan reklamasi hutan
Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan:
a)       Reboisasi
b)       Penghijauan
c)       Pemeliharaan
d)       Pengayaan tanaman, atau
e)       Penerapan teknis konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.
Kegiatan rehabilitasi tersebut dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik, mengutamakan pendekatan partisipatif  dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat.
Setiap orang yang memiliki, mengelola dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi. Dalam pelaksanaannya, setiap orang dapat meminta pendampingan, pelayanan dan dukungan kepada LSM, pihak lain atau pemerintah.
Reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.  Kegiatan reklamasi meliputi inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan dan pelaksanaan reklamasi.
Penggunaan kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh pemerintah. Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.  Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
4.       Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, konservasi dan produksi tercapai secara optimal dan lestari.

Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a)       Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit
b)       Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Perlindungan hutan pada hutan negara dilakukan oleh pemerintah. Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya. Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya. Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
Beberapa hal yang dilarang:
a)       Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
b)       Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
c)       Setiap orang dilarang:
1)       Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
2)       Merambah kawasan hutan
3)       Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius :
-          500 m dari tepi waduk atau danau;
-          200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
-          100 m dari kiri kanan tepi sungai;
-          50 m dari  kiri kanan tepi anak sungai;
-          2 kali kedalam jurang dari tepi jurang;
-          130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d)       Membakar hutan;
e)       Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f)         Menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut di duga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g)       Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
h)       Mengangkut, menguasai, memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH);
i)         Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yg tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j)         Membawa alat-alat berat atau alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
k)       Membawa alat-alat yang lazim diguanakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l)         Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan  atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m)     Mengeluarkan, membawa dan mengangkat tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanantertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus. Pejabat tersebut berwenang untuk:
a)       Meangadakan patroli/parondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
b)       Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;  
c)       Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
d)       Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan
e)       Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
2.6 Permasalahn hutan di Indonesia atau problems forests in Indonesia
Permasalahan hutan di Indonesia terjadi akibat adanya beberapa faktor sebagai berikut :
1. Akibat Alam
-Letusan Gunung Berapi.
-Naiknya air permukaan laut dan tsunami
-Serangan hama dan penyakit.
2. Akibat Ulah Manusia
 -Kebakaran hutan.
-llegal logging (Penebangan liar).
-Perladangan berpindah.
-Perkebunan monokultur.
-Perkebunan kelapa sawit.
-Konversi lahan gambut menjadi sawah.
-Pertambangan.
-Transmigrasi.
-Penggembalaan Ternak dalam hutan
-Pemukiman penduduk.
-Pembangunan perkantoran.
bungan seperti jalan, lapangan udara, pelabuhan kapal, dan lain-lain.
3. Akibat Kebijakan
Akar masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja pengurusan hutan yang baik terfokus pada masalah prakondisi, antara lain: konflik kebijakan penataan ruang, lemahnya penegakan hukum, rendahnya kapasitas pengurusan hutan, serta ketiadaan institusi pengelola untuk kawasan hutan produksi dan hutan lindung
a. Kebijakan pengelolaan hutan yang kurang tepat.
Kerusakan hutan juga dapat terjadi karena kebijakan yang dibuat lebih memperhatikan segi ekonomis dibandingkan dengan segi ekologis. Kebijakan pengelolaan hutan yang kurang tepat dari pemerintah sebagai suatu “pengrusakan hutan yang terstruktur” karena kerusakan tersebut didukung oleh regulasi dan ketentuan yang berlaku. Salah satu bentuk kebijakan yang kurang tepat adalah target pemerintah yang mengandalkan sumberdaya hutan sebagai sumber pendapatan baik ditingkat nasional maupun daerah;
b. Deforestasi yang direncanakan
Deforestasi yang direncanakan adalah konversi yang terjadi di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) yang dilepaskan menjadi kawasan budidaya non kehutanan (KBNK atau APL). Konversi yang direncanakan dapat juga terjadi di kawasan hutan produksi untuk pertambangan terbuka. Sedangkan deforestasi yang tidak direncanakan terjadi akibat konversi hutan yang terjadi di semua kawasan hutan akibat berbagai kegiatan yang tidak terencana, terutama kegiatan illegal.
C. Konflik kepemilikan lahan
Konflik atas kepemilikan lahan terjadi karena adanya tumpang tindih kepemilikan lahan. Konflik tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan kerangka hukum yang mendasarinya, terutama implikasi yang saling bertentangan antara UU 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Kemudian, peraturan-peraturan sektoral yang berbeda, misalnya tentang kehutanan, hutan tanaman dan pertambangan, kurang sinergis. Selain itu, peraturan dan tata cara pelaksanaan di berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda belum sinergis atau belum sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
D. Pengelolaan hutan yang kurang efektif;
Praktek pengelolaan hutan yang kurang efektif terjadi karena lemahnya kapasitas kelembagaan di tingkat daerah. Sebagai contoh, Unit Pelaksana Teknis (UPT) pemerintah yang bertugas untuk mengawasi kawasan konservasi kekurangan dana dan sumber daya manusia. Lemahnya kapasitas kelembagaan dapat berakibat lemahnya kemampuan dalam meninventarisir potensi dan kondisi riil sumber daya hutan di tingkat tapak. Pemerintah daerah yang bertugas untuk mengelola Hutan Lindung tidak melaksanakan peranannya dengan baik. Selain itu, struktur desentralisasi dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat kabupaten dan provinsi masih belum selesai disusun dan dikembangkan. Sementara itu, tanggung jawab pengelolaan Hutan Produksi sebagian besar berada di tangan pemegang konsesi yang bekerja dengan pengawasan yang minim dari pemerintah.
anan.
4. Lemahnya Penegakan hukum

Lemahnya penegakan hukum dibidang kehutanan dapat diamati dari hanya sedikit pelanggaran hukum di bidang kehutanan yang berhasil dituntut dan para pengusaha sebagai pelaku utama justru dapat menghindari hukuman. Penegakan peraturan perundangan yang tidak efektif dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:
Substansi peraturan tidak dapat rnengendalikan biaya transaksi tinggi di luar biaya resmi yang telah ditetapkan;
Instansi pemerintah belum menerapkan peraturan itu sehingga kontrol yang seharusnya dilakukan tidak berjalan;
Masyarakat (terrnasuk dunia usaha) belum memahami isi peraturan atau bahkan tidak mengetahuinya sarna sekali;
Sanksi yang mungkin ada dari implementasi suatu peraturan tidak berjalan, sehingga masyarakat tidak melihat adanya resiko apabila rnereka rnelanggar peraturan;
Biaya yang ditanggung ketika melakukan pelanggaran peraturan lebih murah daripada bila peraturan dipatuhi.
2.7 solusi menghadapi masalah sumber daya hutan
-Ketegasan Penegakan Hukum
Ketegasan Pemerintah dalam kebijakan yang diambil haruslah memikirkan kelestarian hutan. Pemerintah dan para penegak hukum juga harus memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku pembalakan liar dan para cukong yang berada dibalik pelaku pembalakan liar itu. Pemerintah juga harus menindak tegas orang-orang yang telah melakukan pencurian sumber daya hutan serta para pelaku perusak hutan. Hukum tak pandang bulu, walaupun seorang pejabat kepala daerah yang melakukan harus dihukum seberat-beratnya.
Penegakan hukum inilah yang jadi pangkal masalah sehingga pembalak liar dan para backing yang merupakan penegak hukum itu sendiri, cukong dan bahkan kepala daerah tetap melenggang bebas walaupun sudah jelas terbukti melakukan pengrusakan hutan dengan memberi izin yang menyalahi aturan kelestarian hutan.
-Menerapkan Birokrasi Paperless
Kebijakan Pemerintah atau birokrasi pemerintahan masih banyak menggunakan kertas-kertas. Hal ini sangat tidak mendukung terhadap kelestarian hutan. Apalagi setelah reformasi dengan kebijakan pilkada yang menggunakan kertas yang semakin banyak dengan mencetak jutaan dan bahkan ratusan juta surat suara yang telah menghabiskan berbatang-batang pohon kayu untuk kebutuhan kertas-kertas itu.
Belum lagi kebijakan ujian-ujian yang diselenggarakan untuk kelulusan sekolah dan juga masuk perguruan tinggi dan kedinasan, semua menggunakan kertas-kertas. Apalagi kertas-kertas yang digunakan sehari-hari untuk dokumen dan surat-surat di kantor-kantor pemerintah yang tak terhitung lagi berapa tiap tahun yang dihabiskan.
Semua itu bisa dikurangi dengan menggunakan kebijakan penerapan e-goverment yang mengaplikasikan birokrasi online. Hal-hal yang dulu menggunakan kertas bisa dikurangi bahkan ditiadakan (paperless).
Jika pemerintah mau menerapkan kebijakan ini, niscaya penggundulan hutan untuk bahan baku kertas bisa diminimalis bahkan dapat dihilangkan.
-Menggalakan Pariwisata Hutan
Dengan melakukan pelestarian maka ekonomi kehutanan berkurang akibat dihentikannya penebangan hutan untuk industri furniture, kertas dan bahan bangunan. Sebagai penggantinya pemerintah bisa menggalakan pariwisata hutan. Pemerintah bisa membangun wisata alam yang selama ini sudah dibangun di beberapa tempat misalnya di taman hutan Gunung Leuser Sumatera Utara dan Taman Nasional Ujung Kulon di jawa Barat.
Jika dikelola denga profesional maka wisata alam dan hutan ini akan menambah devisa negara di sektor pariwisata dan akan menambah pemasukan kas negara. Tak perlu pesimis bahwa wisata hutan tak diminati, bahkan para turis mancanegara lebih senang berwisata di hutan-hutan di indonesia ini.
-Kebijakan Semua hutan adalah hutan lindung
Pemerintah harus menerapkan kebijakan bahwa semua hutan adalah hutan lindung, yang wajib dilindungi dan dilestarikan. Tindak berat kepada siapa saja yang melakukan penebangan liar di setiap hutan di negeri ini.Dengan kebijakan ini maka kerusakan hutan bisa dikurangi sedikit demi sedikit.
-Reboisasi Tepat Sasaran dan Perawatan Pasca Reboisasi
Pemerintah harus melakukan reboisasi yang tepat sasaran dan harus melakukan pengawasan dan perawatan setelah dilakukan reboisasi. Perawatan pohon yang ditanam memerlukan dana yang tak sedikit. Apalagi untuk melakukan pemupukan dan penyiraman setiap pohon yang ditanam. Ini erat kaitannya dengan keberhasilan proses reboisasi itu sendiri. Tak jarang pohon yang telah ditanam dirusak oleh orang yang tak bertanggung jawab atau bahkan pohon yang baru bersemi dimakan oleh hewan-hewan liar atau malah hewan-hewan ternak milik masyarakat. Jika tidak dilakukan pengawasan dan perawatan reboisasitidak akan berhasil dengan maksimal.
Peranan Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan dan Reboisasi
Selain pemerintah,masyarakat juga harus berperan aktif dalam melakukan pelestarian dan penghijauan hutan kembali (reboisasi). Tanpa peran serta dan dukungan masyarakat maka kelestarian hutan juga tidak dapat dikendalikan. Berikut ini beberapa peran serta masyarakat yang cukup penting dalam pelestarian hutan di indonesia:
-Menanamkan Kesadaran Pentingnya Hutan
Seperti yang telah diuraikan diatas. Maka hutan sebagai paru-paru dunia dan bumi ini bergantung pada hutan sebagai penjaga suhu bumi agar tetap stabil (global warming). Dimana jika hutan ini habis maka suhu bumi tidak stabil sehingga kerusaka ekosistem yang lain akan susul-menyusul.
Masyarakat harus tahu hal itu dan sejak dini anak-anak dan remaja harus didik untuk sadar lingkungan dan kelestarian hutan. Orang tua dan guru harus terus mengkampanyekan pentingnya hutan agar tertanam dalam bawah sadar mereka bahwa kerusakan hutan akan juga merusak kelangsungan hidup manusia.
Jika kesadaran itu sudah tumbuh maka, masyarakat akan saling bekerja sama menjaga kelestarian hutan dan segera melapor atau mencegah dengan sendirinya jika ada orang-orang yang hendak merusak atau menebang pohon-pohon di hutan di sekitar mereka.
-Menghilangkan Kebiasaan Ladang Berpindah-Pindah
Bagi masyarakat petani harus dihindari pembukaan lahan hutan untuk pembuatan ladang yang berpindah-pindah. Ini juga penyebab kerusakan hutan yang mungkin masih sering terjadi terutama di daerah-daerah terpencil.
-Kebiasaan Menanam Pohon
Masyarakat terutama generasi muda diharapkan mempunyai kebiasaan menanam pohon dilingkungan tempat tinggalnya. Baik dipekarangan rumah atau dipinggir-pinggir jalan desa. Kebiasaan ini perlu dipupuk sejak dini. Memang sulit hal ini diterapkan didaerah perkotaan. Tapi kebiasaan ini masih bisa diterapkan di desa-desa dan digalakan untuk masyarakat desa.
-Menjaga Lingkungan Hidup, menghemat Air Bersih dan Daur Ulang
Masyarakat juga diminta untuk menjaga lingkungan tempat tinggal dengan menjaga kebersihan lingkungan. Menghemat penggunaan air bersih dan tidak mencemari sumber-sumber air bersih seperti sungai dan danau dan lain-lain. Masyarakat juga harus kreatif memanfaatkan teknologi daur ulang untuk menjadikan sampah sampah organik sebagai pupuk dan juga menggunakan kertas daur ulang untuk menghindari penggunaan kertas.

2.8 kasus sumber daya hutan di Indonesia
PERMASALAHAN/ KASUS BESERTA SOLUSINYA :
1. KEBAKARAN HUTAN
Salah satu masalah di Indonesia adalah mengenai kebakaran hutan dan lahan sejak tahun 1997 hingga tahun 2015, masalah ini senantiasa tetap saja terjadi pada tiap tahunnya terutama ketika  memasuki musim kemarau, kebakaran lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan senatiasa  mendatangkan  kerugian  secara  ekonomi  dan  kerugian  bagi  kesehatan.  Dampak  lain  yang  muncul  juga  datang  dari protes  negara  tetangga  seperti  Malaysia  dan  Singapura  yang  serius khawatir  tentang  efek  asap,  yang meliputi  wilayah  tersebut  mengalami pada warganya. Perkiraan tingkat dan dampak dari kebakaran telah dibuat oleh  sejumlah  pihak;  meskipun  hasil  mereka  berbeda,  mereka menunjukkan  bahwa  lebih  dari  1  juta  hektar  lahan  yang  terbakar  di Indonesia selama 1997/1998. Tacconi (2003) memperkirakan bahwa total luas kebakaran hutan dan lahan yang terbakar di Indonesia pada tahun 1997/1998 mencapai 2.124.000 hektar.
Kebakaran  lahan  dan  kebun,  baik  yang  merupakan  milik masyarakat  maupun  milik  perusahaan  perkebunan  selalu  terjadi  pada setiap tahunnya sehingga menimbulkan banyak kerugian dan berdampak pada  berbagai aspek  kehidupan.  Aspek ekologis:  seperti yang  ditandai dengan  hilangnya  keanekaragaman  hayati.  Aspek  ekonomi:  seperti hilangnya tanaman perkebunan dan terganggunya pertumbuhan tanaman pertanian  Aspek  sosial:  yang  ditandai  dengan  munculnya  gangguan kesehatan  serta  dengan  munculnya  gangguan  kesehatan  serta terganggunya sarana transportasi.
Kebakaran lahan dan kebun selain dapat  di pengaruhi oleh iklim, juga  dapat  disebabkan oleh  perbuatan  manusia  baik  secara disengaja maupun karena kelalaiannya. Oleh karena itu, pengusaha dan masyarakat sebagai  pengelola  lahan,  harus  bertanggung  jawab  terhadap  akibat ditimbulkannya  kebakaran,  terutama  terhadap  upaya  pencegahan  dan penanggulangannya.
Efek selanjutnya ialah asap dari kebakaran tersebut. Asap gambut sangat  parah  dengan  perbandingan  satu  hektar  lahan  gambut  yang terbakar asapnya sama seperti seribu hektar lahan biasa yang terbakar.

Penyebab Kebakaran Hutan
Di tingkat hilir, untuk wilayah yang izinnya terlanjur diberikan, perlu adanya pengawasan yang intensif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan peran pejabat pengawas yang mempunyai kewenangan  melakukan  pengawasan.  Apabila  perusahaan  tidak memenuhi  kewajiban  dalam  melindungi  kawasan  gambut  dalam khususnya dalam tata kelola air untuk memastikan gambut tidak terbakar maka  upaya  penegakan  hukum,  baik  administrasi,  perdata  maupun pidana, perlu dilakukan secara tegas.
Setelah  mendalami  secara  langsung  ke  lapangan  ada  tujuh penyebab dan akar masalah mengapa kebakaran lahan dan hutan terus terjadi di Riau. Antara lain yaitu: 
1)      Cuaca yang ekstrim, 
2)      Lahan gambut yg mudah terbakar, 
3)      Cara bercocok tanam penduduk dengan cara membakar, 
4)      Adalah  tindakan  membakar secara  meluas bermotifkan  finansial, dan
5)      Tidak optimalnya pencegahan oleh aparat di tingkat bawah, 
6)      Kurang cepat & efektifnya pamadaman api & 
7)      Penegakan  hukum  yg  tidak  bisa  menyentuh  master-mind pembakaran.

Beberapa Solusi Yang Bisa Dilakukan Oleh Seluruh Stake Holders
1.      Sanksi Hukum
Pengelola  lahan  yang  lalai  atau  yang  sengaja  melakukan pembakaran  akan dikenakan  sanksi  hukum sesuai  dengan  perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a.       Undang-undang  Nomor  23  Tahun  1997  tentang  Pengelolaan Lingkungan Hidup
b.      Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
c.       Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Kerusakan  dan  Pencemaran  Lingkungan  Hidup  yang  berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan
Bagaimana  pun juga,  melakukan  upaya pencegahan  merupakan cara terbaik yang sangat penting untuk dilakukan karena upaya ini relatif lebih  mudah  dan  murah  dibandingkan  jika  kita  melakukan penanggulangan kebakaran yang sudah terjadi.

2.      Kebijakan Pengendalian
a.       Pengembangan  beberapa  struktur  organisasi  pengendalian kebakaran lahan dan kebun, sehingga dapat diaplikasikan ditingkat yang lebih rendah.
b.      Peningkatan  tugas,  fungsi  dan  pola  kerja  Dinas Kehutanan  dan Perkebunan  Kabupaten  Rokan  Hulu  sebagai  koordinator  Bidang Pemantauan dan Pencegahan.
c.       Melakukan penertiban Perizinan/Penertiban Perusahaan yang tidak aktif.
d.      Penegembangan Teknik Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
e.       Penerapan  sanksi  hukum  bagi  pengelola  lahan  yang  lalai  atau sengaja  melakukan  pembakaran  sesuai  ketentuan  perundang-undangan yang berlaku.
f.       Meningkatkan  keterlibatan  semua  pihak  mulai  dari  tahap perencanaan  sampai  dengan  tahap  operasional  dalam pengendalian kebakaran.
g.      Peningkatan pemantauan dan pengawasan kebakaran baik dilahan masyarakat maupun di perusahaan.
3.  Upaya Pencegahan
Ø  Pemerintah
a.       Penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukan masing-masing
b.      Pengembangan  sistem/teknik  budi  daya  perkebunan  dengan sistem produksi yang tidak rentan kebakaran
c.       Pengembangan sistem/status kepemilikan lahan secara jelas
d.      Pencegahan  peubahan  ekologi  secara  besar-besaran  melalui pembatasan konversi lahan hutan
e.       Menyadarkan masyarakat akan pentingnya informasi iklim, bahaya kebakaran serta kerugian yang akan ditimbulkannya
f.    Sosialisasi  penerpan  teknik  penyiapan  lahan  tanpa  bakar  (zero burning)
g.      Pengembangan  sistem  penegakan  hukum  bagi  setiap  pelaku pelanggaran peraturan pencegahan dan penaggulangan kebakaran
h.      Pengembangan sistem informasi mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan  kebakaran  serta  tata  cara  mengeliminir  faktor tersebut
i.        Membrikan  peringatan  kepada  semua  lapisan  masyarakat  pada awal  musim  kemarau tentang  adanya  larangan  membakar, menumpuk  bahan  bakar  dan  meminta  masyarakat  melapor  bila terjadi kebakaran
j.        Penerapan sistem perngatan dini dan tindakan dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan perusahaan perkebunan
k.      Pelatihan bagi regu atau satgas pemadaman tentang strategi dan teknik penanggulangan kebakaran
l.        Perumusan  langkah  dan  strategi  pengendalian  kebakaran  dan dampaknya yang juga dapat dlaksanakan dengan tepat dilapangan

Ø  Perusahaan perkebunan
a.       Melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di beberapa lokasi dan disekitar areal usaha
b.      Melengkapi  sarana  dan  prasarana  serta personil  regu  pemadam kebakaran yang memadai
c.       Membuat  sekat  bakar  disekeliling  areal  rawan  kebakaran  dan memasang berupa sebuah papan peringatan bahaya kebakaran
d.      Melakukan penyuluhan kepada masyarakat disekitar lokasi usaha dan melakukan koordinasi dengan pihka instansi terkait
e.       Melakukan patroli pengamanan sesuai jadwal yang telah ditetapkan secara rutin
f.    Melaporkan  uapaya-upaya  apa  saja  yang  telah  dilakukan  serta memberikan laporan setiap kejadian kebakaran
g.      Melaporkan rencana penyiapan lahan dan replanting

Ø  Masyarakat
a.       Tidak melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan
b.      Menjaga dan mencegah serta menanggulangi terjadinya kebakaran dilingkungan tiap masing-masing dan sekitarnya
c.       Melaporkan  setiap  kejadian  kebakaran  hutn  dan  lahan  kepada pemerintah daerah setempat.

2. PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR
Penebangan Hutan secara Liar
Penebangan liar yang mengakibatkan dampak negatif pada kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah social, politik dan lingkungan.
Pelestarian hutan Perlu dan Harus secapatnya dilaksanakan. Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Pembalakan liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air.
Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian semakin merebak karena untuk usaha pertanian bergeser dari lahan subur yang terus berkurang ke lahan marginal yang kurang subur (hutan), demikian pula penebangan hutan tak terkendali untuk memenuhi kebutuhan kayu baik untuk bahan bagunan, bahan perkakas rumah tangga, maupun untuk bahan bakar. Kita bisa menghitung berapa volume kayu untuk semua kebutuhan tadi, dan berapa dari luar Jawa yang masuk, dan berapa yang dihasilkan oleh Perhutani, maka akan tidak seimbang, sehingga kekurangan itu berasal dari hutan di sekitar kita sendiri, yang seharusnya kita lestarikan dan kita jaga bersama.
Dampak dari eksploitasi hutan secara berlebihan adalah terjadinya perubahan lingkungan dan ekosistem berupa kerusakan hutan. Hutan terus-terusan diambil kayunya sehingga hutan menjadi gundul.
Hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan. Selain itu, hutan juga merupakan sumber keanekaragaman hayati dan sistem penunjang kehidupan.
Masalah kehutanan yang sering dihadapi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia adalah penebangan liar dan kebakaran hutan di Indonesia, hutan merupakan sumber komoditas perdagangan yang menopang perekonomian negara. Oleh karena itu, eksploitasi hutan melalui penebangan sulit dihindari.

Akibat Penebangan Hutan Secara Liar

Akibat hutan gundul pada waktu hujan turun, tanah tidak menyerap air dan terus mengalir ke daerah yang lebih rendah. Butiran dan humus tanah yang subur terbawa air dan diendapkan di tempat rendah sehingga akan mendangkalkan sungai.
Selain itu tanah menjadi gersang karena tidak mengandung humus, di musim penghujan menimbulkan banjir, dan hewan tidak lagi berada di hutan karena tidak ada tumbuhan. Akhirnya, kerusakan hutan membawa penderitaan bagi manusia.

Upaya dan Cara Mengatasi Kerusakan Hutan

Untuk mengatasi permasalahan hutan di Indonesia yang berdampak penderitaan pada manusia, perlu adanya usaha-usaha yang harus ditempuh, di antaranya:

·         Penebangan pohon di hutan harus segera dihentikan. Apabila tetap berlanjut, harus direncanakan, terarah, teratur, dan tidak semena-mena.

·         Melakukan tebang pilih, yaitu pohon yang akan ditebang harus memenuhi ukuran tertentu, tidak ditebang semuanya.

·         Membatasi izin penebangan hutan secara selektif kepada para pengusaha. Pengusaha yang nakal harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

·         Pengusaha hutan dan pemerintah harus benar-benar mengadakan reboisasi dan peremajaan tanaman tua.

·         Meningkatkan pengawasan yang melibatkan semua pihak terhadap penggunaan hutan.

·         Tidak melakukan pembakaran hutan dengan dalih apapun.

·         Laksanakan hukum secara benar dan adil untuk semua pihak.

Upaya yang perlu dilakukan untuk melestarikan hutan:

a.       Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.

b.      Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.

c.       Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.

d.      Menerapkan sistem tebang–tanam dalam kegiatan penebangan hutan.

e.       Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan.










Komentar

Postingan Populer